Spiritualitas dan Religiusitas pada Penyandang Disabilitas

Pdt. Edi Jasin Saragih

Pdt. Edi Jasin Saragih

  1. Spiritualitas Definisi

Spiritualitas berasal dari kata spirit yang berasal dari Bahasa Latin spiritus yang berarti nafas.Dalam istilah modern mengacu kepada energi batin yang non jasmani meliputi emosi dan karakter.Kata spirit berarti suatu zat atau makhluk immaterial, biasanya bersifat ketuhanan menurut aslinya, yang diberi sifat dari banyak ciri karakteristik manusia, kekuatan, tenaga, semangat, moral atau motivasi (J.P Caplin, Kamus Lengkap Psikologi, 1998:480).

Istilah “spiritualitas” berasal dari kata spirituality, yang merupakan kata benda, turunan dari kata sifat spiritual.Dalam bentuk kata sifat spiritual mengandung arti “yang berhubungan dengan spirit”, “yang berhubungan dengan fenomena dan makhluk supernatural” (Hendrawan, Spiritual Management, 2009: 18).

Spiritualitas dalam Kekristenan

Kejadian 1:26-27 Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita,supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi. Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka”

Kejadian 2:7 ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup

Yohanes 4:24 Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran.

Spiritualitas bermakna: Hubungan terdalam (secara rohani) seorang individu kepada yang transenden (Allah) yang mengungkap makna terdalam menyangkut keberadaan dan tujuan hidupnya. Maka, sebagai makhluk rohani (yang berasal dari Allah yang adalah Roh dan dihembusi nafas Allah yang adalah Roh sehingga hidup), nilai dan kualitas hidup seseorang ditentukan spiritualitasnya (seberapa jauh ia mengalami Allah dalam hidupnya).

  1. Religiusitas Definisi

Menurut Erich Fromm, religiusitas adalah sistem pikiran dan tindakan yang dimiliki bersama oleh sekelompok individu sebagai acuan dalam memberikan kerangka pengarahan hidup dan obyek yang dipuja kepada individu anggota kelompoknya secara pribadi (Robert W. Crapps, DiaLog psikologi dan agama: Sejak William James hingga Gordon W. Allport, 1993).

Religiusitas adalah suatu cara pandang dari sebuah pikiran (mind of sense) seseorang mengenai agamanya serta bagaimana individu tersebut menggunakankeyakinan atau agamanya dalam kehidupan seharihari (E.L., Earnshaw. Personal religious orientation and prejudice. Journal of Personality and Social Psychology, 2000)

Religiusitas bermakna: Sistem tata nilai yang disepakati bersama oleh sebuah komunitas iman yang berasal dari ajaran agama, menyangkut praktik ritual maupun tata hidup ideal seharihari. Maka, religiusitas menyangkut proses pembelajaran dan internalisasi sistem tata nilai sebagai wujud aktualisasi spiritualitas individu.

  1. Spiritualitas dan Religiusitas

Kaitan spiritualitas dan religiusitas

Spiritualitas merupakan bagian dari eksistensi manusia terkait hubungannya dengan yang transenden, sehingga tidak ada alasan untuk tidak membantu difabel menemukan spiritualitasnya.Religiusitas membuat difabel memiliki komunitas iman yang memungkinkan yang bersangkutan mengekspresikanspiritualitasnya.

Studi kasus

D merupakan seorang disabilitas dan orangtuanya ingin anaknya memiliki komunitas iman.Permohonan orangtua D agar anaknya dibantu untuk melaksanakan Sidi kepada gereja G ditolak.Alasannya karena tidak ada perangkat yang memadai untuk anak dengan kondisi khusus dan tidak ada tenaga yang mampu untuk pengajaran iman sampai yang bersangkutan memenuhi standar kualifikasi Sidi.Lalu, Gereja menawarkan untuk bergabung di SekolahMinggu.Akan tetapi, orangtua D tidak menyerah dan akhirnya Gereja melaksanakan Sidi kepada D dengan dispensasi tanpa perlu melalui pengajaran & penilaian.Setelah Sidi dilaksanakan, masalah baru muncul di mana D tidak mendapat tempat dalam pelayanan Gereja.

Apakah tindakan Gereja melaksanakan Sidi keliru ?Apa yang harus dilakukan Gereja selanjutnya?

Persoalan difabel : Persoalan teologis menyangkut keberadaan difabel

Elijah lahir dengan spastic quadriplegia cerebral palsydengan kebutaan kortikal (cortical blindness), epilepsi, dan keterbelakangan mental. Secara kronologis, ia berusia 20 tahun, tetapi secara kognitif ia berusia kurang dari 1 tahun. Orangtua Elijah membacakan Firman, berdoa bersamanya, menyanyikan lagu rohani, dan mengajaknya ke Gereja.Elijah terlihat menyukai Yesus dan lagu-lagu tersebut, seperti “Something about that Name.” dan “Pass Me Not.” Ketika Elijah meninggal, akankah ia pergi bersama dengan Tuhan selamanya ?

 

Persoalan difabel : Persoalan psikologis keluarga difabel

Gereja dipanggil untuk mendampingi keluarga pendamping difabel. Pendampingan pastoral yang intensif, percakapan yang membuka wawasan, dan keterbukaan komunitas akan menjadi peran yang besar dalam upaya mendukung dan menguatkan mereka. Pendampingan ini diperlukan karena kehadiran difabel dalam keluarga merupakan tantangan yang serius.Adanya kecenderungan untuk menarik diri dan difabel sebagai wujud ketakutan menerima stigma negatif termasuk dari Gereja, menanggapi masalah secara berlebihan, cenderung menyembunyikan, dan menghindari komunitas menjadi tantangan Gereja untuk menyatakan kasih Allah.

Persoalan Gereja :sikap dan kewajiban Gereja terhadap difabel

Menurut Iris V. Cully : Dinamika Pendidikan Kristen: Partisipasi merupakan bentuk proses belajar yang terbuka bagi anak sekecil apapun.Pengakuan merupakan kesadaran yang muncul melalui partisipasi dan merupakan tanggapan pribadi naradidik. Pada tahap ini mereka yang bersangkutan dipanggil Allah dan memberi jawaban.Proses ini disebut sebagai perjumpaan I dan Thou.

Mayoritas Gereja mementingkan kedewasaan iman dengan parameter tertentu (kognitif) – religius, dibandingkan pengalaman pribadi berjumpa dengan Allah.

Hal konkret yang dapat dilakukan bagi difabel dalam pendampingan iman

La Donna Bogardus : Christian Education for Retarded Persons. Kasus anak yang kesulitan memahami dirinya berharga. Sang anak diajak untuk melihat tulip dan dijelaskan bagaimana Tuhan menciptakannya. Anak tersebut ingin menjadi tulip. Gurunya berkata bahwa ia lebih cantik daripada tulip karena Tuhan menciptakannya secantik apa adanya dia sekarang. Anak tersebut berkata tidak perlu dan tidak mau menjadi tulip, ia lebih suka menjadi dirinya sendiri

Bogardus menggunakan pernyataan yang dihasilkan dari Cooperative Curriculum Project, yaitu “tujuan dari pendidikan kristiani adalah setiap orang menyadari keberadaan Allah melalui penyataanNya, secara khusus penebusan kasihNya melalui Yesus Kristus, dan mereka mampu merespon dalam iman dan kasih –pada akhirnya agar mereka dapat mengenal dirimereka dan arti keberadaan diri mereka, bertumbuh sebagai anak-anak Allah, berakar pada persekutuan kristiani, hidup dalam Roh Allah dalam setiap hubungan memenuhi fungsi mereka sebagai murid di dunia ini, dan tinggal bersama dalam pengharapan Kristiani”.

Difabel perlu ruang agar mampu untuk mengembangkan konsep kedirian melalui hubungan & perjumpaan dengan lingkungan.Sikap penerimaan yang tulus sangat berartiuntuk mereka.Mereka perlu dibantu bertumbuh dalam persekutuan iman.Gereja memfasilitasi kebutuhan mereka agar sejalan dengan tujuan nilai kekristenan.Mereka perlu dibantu untuk menjalani kehidupan sebagai murid Kristus melalui teladan.Mereka perlu dibantu untuk mengalamipenyertaan Allah dalam segala situasi.Mereka perlu diberi tempat & pelayanandalam Gereja.

Mempertemukan difabe dengan Kristus

  1. Mereka dapat didampingi untuk belajar sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka dengan rencana belajar yang berkesinambungan
  2. Gereja dapat memulai proses dengan assessment atau mengenal karakteristik difabel yang akan dilibatkan dalam proses
  3. Gereja menyediakan pendamping dan pengajar yang dibutuhkan
  4. Gereja dapat melatih konfirmasi iman yang akan dilakukan sebagai bentuk pengenalan iman difabel
  5. Pemahaman dan penerimaan Gereja terhadap difabel harus terus dibangun melalui keterlibatan difabel dalam pelayanan gereja
  6. Gereja membentuk support group sebagai wujud komunitas iman, support bagi keluarga maupun kelanjutan persekutuan iman difabel

Kesimpulan

  1. Gereja dan keluarga pendamping difabel perlu mengembangkan keyakinan bahwa difabel dapat berjumpa dengan Allah.
  2. Gereja dan keluarga perlu membuka diri bahwa difabel dapat berperan dalam kehidupan religius di mana kemampuannya berdasar pada pengalaman spiritual.
  3. Tugas Gereja dan orangtua adalah memfasilitasi difabel untuk perjumpaan spiritual melalui

pendampingan rohani bersifat holistic. Maka, Gereja dan orangtua perlu belajar dan melengkapi diri.

Pdt. Edi Jasin Saragih – RBM GKPS

related links
Pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus Rehabilitasi Bersumber Daya Masyarakat (RBM) GKPS
“Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu. Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus” (Galatia 6:2)

“Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu. Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus” (Galatia 6:2) Japaten Purba, seorang anak dengan Tuna Read more

Perayaan Natal RBM GKPS bersama para penyandang disabilitas/difabel Rehabilitasi Bersumber daya Masyarakat (RBM) adalah sebuah unit Read more

Perayaan Natal Pemuda GKPS Pansur dengan RBM

Ketua Panitia Natal Pemuda GKPS Pansur V, Daniel Hotdo Boy Munthe ANT3, Sekretaris, Cici Purba, Bendahara, Read more

PUSAT REHABILITASI DAN PELATIHAN PETUGAS LAPANGAN

Irencana hon RBM do adong Pusat Rehabilitasi aima na gabe ianan pelatihan, perkantoran, terapi pendidikan pnl. Domma dong lahan na Read more

Facebook Comments